Password




Konon, tak ada yang tiba-tiba "tiba" dalam hidup ini. Semuanya rencana tua yang disusun Tuhan jauh sebelum bumi melahirkan dirinya sendiri. Kalau begitu, aku anggap ingatan tentangmu serupa rencana. Selalu tiba di waktu yang tepat dan dengan polosnya aku akan menuduhnya sebagai sebuah kebetulan. Di waktu lain, aku mungkin akan menamainya anak tiri takdir. Ingatan ini, memang, selalu tentang apa-apa yang telah lalu. Ia rajin berkunjung, tapi tak pernah berniat menginterupsi takdir. Ia memang selalu anak tiri yang tahu diri.

Kali ini aku mengingat salah satu kebiasaan kecilmu. Lihatlah, cinta ini memang keterlaluan. Saat harapan besar menjauh, justru perihal remeh yang mengekor abadi di kepalamu. Menuntut untuk selalu dikenang. Kadang-kadang merengek agar diulang.

Aku sangat ingin menjulukimu manusia unik, atau alien mungkin. Tapi aku tak segegabah itu. Melabelimu unik hanya karena kau tak biasa. Menuduhmu alien hanya karena kau berbeda dari kami kebanyakan. Keduanya sama bodohnya. Bisa saja kau tampak berbeda karena aku memang tak banyak mengenal orang lain. Kalaupun kenal, aku tak suka berenang-renang dalam ruang personal mereka. Jadi aku awam soal mereka. Tapi denganmu, kita rasanya sudah berbagi semuanya, iya kan? IYA KAN?

Oh tidak, kau tak pernah berbagi password-mu!

Aku suka pasangan lain. Mereka berbagi segalanya. Termasuk password di jejaring sosial. Entah itu disebut kesetiaan atau kekasih yang kelewat galak. Apapun itu, aku juga ingin tahu passwordmu. Tapi kau tak pernah luluh. Kau tahu teknik mengalihkan pikiranku. Kau paham bagaimana caranya memasukkan aku ke dalam pusaran lethologica. Dan kemudian aku akan sukses diserang sejumlah lupa. Lupa pada hal-hal yang aku inginkan saat itu. Passwordmu.

Tapi apa yang menjadi milik kita akan selalu datang dengan caranya sendiri. Beberapa kondisi memaksamu untuk memperlihatkan sederet sandi maya itu. Aku diam-diam bersukacita. Tapi jika kekasih lain akan segera mengeroyok isi jejaring sosial pasangannya, aku justru diam dan memilih menertawai caramu memilih password. Sayang, kau memang lucu. Dan kelucuan ini yang membuat aku gagal membenci.

Pilihan paswordmu yang sepele itu sanggup membuatku tergelak bukan kepalang. Aku tertawa sepanjang pembicaraan kita. Kau mungkin tak tahu, kita memang sedang tak bersitatap saat itu. Kau aku hanya dihubungkan abjad di Messenger. Kau lucu, entah itu kutukan atau ironi. Sebab, harusnya saat itu kita memperdebatkan kecuranganmu. Tapi begitulah, aku mengidap letholigica yang parah. Atau mungkin jatuh cinta yang terlalu. Dua-duanya sama buruknya.

Aku manusia yang menyeragamkan semua sandi mayaku. Kepalaku bukan brankas yang bisa menampung mereka dengan rapi. Sementara kau, kepalamu boleh jadi bank password. Mereka terorganisir apik di sana. Istimewanya, bagiku, mereka semua tak biasa. Aku merangkai passwordku sama seperti orang pada umumnya. Karena terbiasa dengan hal biasa, aku dengan mudahnya takjub pada kombinasi sandimu.


ianbukaniyan (oh, ini email ya? Maaf,aku pelupa)
nanobukannona
durianitugakenak
satutambahsatuyadua

Kau mungkin menamai hal di atas itu password, tapi bagiku ia semacam Cipher. Meski faktanya ia tertata rapi dan membentuk sederet kalimat utuh. Tapi bagiku, kau seolah hendak bercerita dan kemudian tanpa sadar menyusupkan pesan pendek dalam kata bersambung itu. Orang lain mungkin tak perlu usaha untuk menebaknya, tapi anehnya, aku malah gagal tahu apa yang sebenarnya kau simpan di balik kata-kata itu. Baiklah, anggap saja ini memang semacam Cipher, caramu menyampaikan sebuah informasi dengan merubahnya ke dalam bentuk lain. Tapi supaya ini lebih sederhana, kita sebut saja dia password.

Pilihan passwordmu yang ganjil telah menyelamatkan aku dari keputusan untuk lupa. Ingatan tentang sandi dan juga hal remeh lainnya seolah membuat aku terjaga dan selalu berharap: kelak semuanya akan menjadi normal dan kita akan memiliki waktu melimpah untuk menertawai hal kecil lainnya. Apa yang lebih membahagiakan ketimbang hal itu?




0 Shout:

Posting Komentar

Saya cinta mereka yang diam...tapi kalaupun ingin komentar mohon yang sopan :)