Hampir 3 tahun di Jogja dan telah menginjakkan kaki di beberapa tempat yang merupakan signatur kota tua yang satu ini. Apa yang saya dapat? Beberapa gambar. Capek. Bosan. Melihat batu. Batu lagi. Lagi-lagi batu. Pulang. Tidur. Selesai.
Tipikal turis lokal yang senang berwisata
Tumpah ruah di beberapa candi di setiap libur yang panjang. (hanya) Berfoto. (hanya) Tertawa. (kemudian) Pulang. (lalu) Tidur.
Jujur saya begitu. Sampai kemarin, sesuatu yang terbilang sederhana menohok di kepala. Saya dan Mr. V memutuskan berkunjung (lagi) ke Prambanan. Terus terang saya bosan. Candi memang menarik di kunjungan pertama. Tapi sangat menjenuhkan di kunjungan-kunjungan berikutnya. Kesan pertama, candi begitu ajaib. Kunjungan kedua, duh batu-batu besar ini!
Tapi akhirnya kami sampai di Prambanan. Dan, jalan bersama seorang pengamat, siap-siaplah diintai detil. Saya tak begitu antusias. Perhatian saya disita rombongan turis korea yang sibuk berpose dengan jari V dan senyum paripurna. Sampai akhirnya, rombongan turis bule dan guide-nya menarik perhatian kami berdua. Bukan penampilannya. Tapi cara mereka menikmati Prambanan.
Guide menjelaskan detil sejarah dengan baik. Rombongan bule itu menyimak takzim. Prambanan menyimpan banyak cerita. Kisah yang membuat saya dan Mr.V dengan tololnya mengikuti rombongan itu kemanapun mereka bergerak. Ternyata, kita memang butuh guide. Saya terkesima pun malu. Turis lokal macam kita menganggap wisata sejarah hanya butuh kamera. Duh!
![]() |
Snapshot Malioboro |
![]() |
Malioboro: Suatu Siang Yang Bingung :P |
![]() |
Prambanan |
![]() |
Prambanan |
![]() |
Borobudur |
Riwayat perjalanan saya di Jogja terbilang panjang. Saya pernah ke Prambanan, ke Ratu Boko, ke Borobudur, dan (hampir tiap hari) ke Malioboro. Tapi, jika seseorang bertanya. Stok kata saya hanya berputar di batu, belanja, air, luas dan lain-lain. Saya gagal menjadi seorang penikmat sejarah. Saya gagal membaca pesan apa yang sebenarnya tersimpan di situs sejarah tersebut. Saya gagal. Kita gagal.
Saya membayangkan rombongan turis bule itu pulang ke negaranya masing-masing. Membawa beberapa kisah sejarah yang akan mereka wariskan ke anak cucu mereka, kelak. Kita kalah. Telak.
Good Posting.. timlik2 ke Komunitas kami Kumpulan Tjah Ngambarsari suwun...
BalasHapus