☂ Kepada Lakilaki Yang Meneteskan Air Mata Di Bioskop


Kau benar, mungkin aku tak akan pernah jadi seorang penulis...

Kepalaku tidak dihuni ide dan nyali. Aku (mungkin) hanya seseorang yang sanggup mengawinkan kata dengan tata bahasa rapi, tapi tak menginspirasi. Seseorang yang mampu memengaruhi pembacanya selalu layak disebut penulis. Sayangnya, aku tidak. Aku hanya ingin menulis untuk diriku sendiri... dan saat ini, untukmu! Aku memang bukan penulis. Tapi tak mengapa.

Kau laki-laki yang suka menggiring ketimbang seiring. Kemarin, saat kita (lagi-lagi) berjalan di sepanjang koridor Malioboro, aku diam-diam melihat bagaimana engkau mengisyaratkan agar aku memegang tanganmu, segera. Kadang tidak kulakukan. Malioboro itu ramai sayang, manusia di sana tidak membiarkan kita berjalan berdampingan. Jadi, tak mengapa jika kau menggiringku. Memegang jari dan menariknya sambil berjalan. Aku menyukai punggungmu. Jadi berjalan di belakangmu tentu menyenangkan.

Aku tahu, kau kikir berbagi kabar. Sekali lagi, aku maklum. Bukan perkara besar (lagi) bagiku. Aku suka hidup di dalam pesan terkirim HP-mu. Sungguh, tak mengapa.  Kemarin saat pesan pendekmu bertamu di HP mungilku, aku menggigil. Kau sakit dan aku terhimpit. Tak bisa kemana-mana. Hanya bisa menunggui HP sambil berdoa kau mengabarkan perkembanganmu. 

Apa yang kau lakukan sekarang? Aku bukan penebak ulung, sayang. Kepalaku dipenuhi prasangka. Aku gagal membayangkanmu tertidur lelap karena obat. Aku gagal membayangkan engkau bercanda dengan Abah dan juga Si neng yang menungguimu di Rumah Sakit. Aku gagal membayangkan tatapan galak-mu ke arah TV. Aku gagal membayangkan engkau baik-baik saja! Kepalaku dipenuhi wajah pucatmu. Kepalaku dipenuhi darah. Mataku sedang ramai. Hujan tak berhenti. Rasanya asin. Kau bilang dadamu sakit, matamu perih. Sayang, entah mengapa aku pun demikian.

 

Aku tak berani memulai SMS. Jariku gagal bertanya banyak. Kau mungkin sedang mencoba lelap. Kau mungkin sedang menahan rasa tak nyaman. SMS-ku pasti akan sangat mengganggu usahamu. Apa warna Rumah Sakit membuatmu "sakit"?

Tulisan ini untukmu. Aku tahu, kau sering berkunjung di blog ini... 

Apa aku mudah dibaca lewat aksara ketimbang suara? Baiklah, aku ingin membuat sebuah pengakuan. Aku "menangis" saat melihatmu menangis, di bioskop. Kau ternyata tidak setangguh yang aku perkirakan. Kau mudah terenyuh. Dan entah bagaimana, sangat menyenangkan mendapatimu begitu. Aku mencintaimu Valeri Ardian. Mungkin ini salah, tapi aku tak sanggup berbelok arah. Lekas sembuh... Aku menunggumu. Kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah mencipta kenangan. Memperbaharui apa yang pantas diingat.

Lekas sembuh... dut! Kau hutang buku dongeng!


7 Shout:

  1. Tulisan yg paling sedih di blog ini. Kalau ndak salah beliau ini pernah ada di salah 1 program tv ya mbak? Apa betul?

    BalasHapus
  2. mbak/mas anonimus salah orang mungkin :D

    BalasHapus
  3. Ah ga salah,itu si Ale!!! Dulu pernah nonton shootingnya kok dihutan gunung gede..tp dulu kynya badannya lebih besar. Apa iya saya salah orang ya? Maklum ga tanya namanya,saya taunya ya Ale aja

    BalasHapus
  4. ale? wah sy gak ngerti lagi deh..dia g pake nama itu soalnya :)

    BalasHapus
  5. Ha3 sy jd rutin kunjung ke blog ini,sy suka tulisan2 karya mba :)

    Btw,itu emang Ale,sudah lama ga lihat. Dulu presenter di slh 1 acara tv tentang alam,saya tau krn pernah ngefans :p

    Semoga berjodoh ya mba

    BalasHapus
  6. Tapi masih heran ko sekarang kurus sekali ya?

    BalasHapus
  7. Ngerokoknya parah dia..makanya gt. Tp aku ketemu emang udah gt. Trimakash kunjungannya mas/mbak :)

    BalasHapus

Saya cinta mereka yang diam...tapi kalaupun ingin komentar mohon yang sopan :)