Bukan, bukan. Nama di atas dimiliki satu perempuan saja. Namanya memang panjang: Gina Madiha Dzakiyyah Chairunnisa. Semoga saya tidak salah mengejanya. Entah kenapa, tiba-tiba saya ingin menulis
tentang Diha. Dia salah seorang sahabat yan saya kenal 3 tahun belakang
ini. Kami tak lengket tetapi cukup dekat. Steffy pernah menanyakan,
kenapa di mulut saya selalu ramai cerita soal Diha. Kenapa? Kenapa? Sederhana saja. Sebagai penulis cerpen, karakter Diha itu idaman! Menyenangkan
menulis orang-orang seperti mereka. Cerita murung pun akan menjadi kisah cinta jika tokoh seperti Diha dihadiahkan dalam sebuah roman. Kau yang sedang membaca tulisan ini, mungkin kepalamu dijajah tanya: Apa menariknya dia? Baiklah...
Dia tak lebih dari seorang perempuan
sederhana penggila Korean Pop. Dia bukan seseorang yang dipenuhi
ambisi, meski harus diumumkan bahwa kepalanya sanggup menelan semua hal
penting yang kami bahas dalam perkuliahan. Daya ingat Diha cukup kuat. Meski ia tidak memukau saat berbicara di kelas, tapi kecerdasan serta daya analisanya tajam. Semua kemampuan itu menjadikan ia wisudawan terbaik dengan IPK 4,0. Tapi, jika yang lain sibuk
memimpikan posisi Sekjen PBB atau Duta Besar INA, Diha hanya ingin memiliki toko
kue. TOKO KUE! Dia memang pandai memasak. Dia seorang penyandang Cum Laude
yang menyenangi dapur. Dia sederhana. Sederhana yang membuat ia,
setidaknya bagi saya, istimewa.
Diha n her Hubby |
Lakilaki
berkemaja putih di atas adalah suami Diha. Dia lakilaki yang gigih.
Sejak madrasah ia sudah mengoleksi rasa cinta untuk Diha. Tapi ia
bertemu banyak penolakan. Diha yang muda dan statusnya sebagai putri
pemilik pesantren. Diha yang sedang menaruh hati pada orang lain. Adalah
Diha yang selalu menolak. Tapi akhirnya, seperti konsep jodoh, mereka
dipertemukan di malam tahun baru 2011. Lakilaki ini masih mencintainya,
dan Diha luluh. Tak lama setelah momen pertemuan itu, mereka akhirnya
menikah. Sayangnya saya tidak hadir. Dihimpit kesibukan yang
dibuat-buat. Oh tidak, bukan kesibukan, saya didatangi musibah. Ponsel
dan ATM saya raib dijambret. Saya nol, jadi memilih untuk tidak ikut ke
Ciamis. Tapi apapun itu, saya turut berbahagia untuk Diha.
Pernikahan mereka pastilah menyenangkan. Dan saat
ini, Diha telah menjadi ibu yang paling bahagia. Ia menyebut dirinya
Mamito dan suaminya Papito. Sementara putrinya kadangkadang disebutnya dedeto. Sungguh aneh.
Awalnya, saya pikir ia akan menamai dirinya Ummi dan suaminya Abi. Ternyata,
dia perempuan pesantren yang membelot dengan cara super imut. Itu Diha! Iya, si Diha yang tak suka dipanggil Ummi! Menyenangkan rasanya mempunyai tokoh fiksi seperti dia. Karakternya menarik.
![]() |
Dede Lora |
Oh
iya, gambar di atas ini saya ambil di jejaring sosial milik Diha. Iya,
dia Lora, putri pertama Diha dan suaminya. Saya terpukau dengan
wajahnya. Alisnya serupa dengan milik Diha. Kata Nadia, mirip alis
Sinchan. Dede Lora ini, usianya masih sebulan tapi wajah Sundanya
benar-benar hasil paste milik ibunya. Tadi, sesaat setelah
melihat gambar ini, saya tiba-tiba dilingkupi semangat menulis tentang
mereka. Entahlah, melihat Lora saya teringat ucapan Mas Val: Bayi itu
punya kekuatan magnetik. Hanya dengan tatapan lucu dan sedikit
rengekannya, semua manusia dewasa akan menuruti keinginannya. Mereka
memang ajaib. Lora juga super ajaib, seperti mamanya. Dia akan tumbuh dengan keceriaan milik ibunya. Mereka berbahagia. Melihatnya pun membuat saya diamdiam bahagia. :)
0 Shout:
Posting Komentar
Saya cinta mereka yang diam...tapi kalaupun ingin komentar mohon yang sopan :)